Menjadi bagian orang yang maju saat bencana melanda memang
tak pernah terpikir sama sekali olehku. Bagaimana mementingkan nyawa orang lain
tanpa mengabaikan diri sendiri. Menyelamatkan nyawa dari ancaman bencana yang
tak pernah dapat diterka. Itulah yang dilakukan beberapa kenalanku di Padang. Mereka
tergabung dalam sebuah organisasi yang memakai rompi oranye. Berikut sedikit
kisah mereka yang kurangkum dalam tulisanku kali ini.
Adalah Rahman, mahasiswa berkacamata yang sudah bergabung
di organisasi kebencanaan ini semenjak ia masih sekolah. Katanya dengan menjadi
relawan ia merasa menjadi manusia yang seutuhnya.
“Ya, aku ingin berguna dan di kegiatan kerelawanan ini
aku menemukan rasa itu. Saat melihat senyum mereka yang kubantu seolah lelahku
terbayar lunas,” terangnya.
Meskipun masih terbilang sangat muda, Rahman selalu
menyisihkan waktunya untuk kegiatan kerelawanan. Berbagai aksi ia ikuti mulai
dari berbagi nasi di Jumat Barakah sampai terjun langsung ke daerah yang
terjadi Banjir bandang, kebakaran, banjir, pohon tumbang, bahkan juga berbagi
air bersih untuk warga yang mengalami kekeringan.
Lain lagi dengan Citra. Dia adalah seorang guru fisika.
Setiap hari dirinya disibukkan dengan kegiatan mengajar dan memberi les
tambahan untuk siswanya. Namun ia juga sering
menyisihkan waktunya untuk ikut banyak aksi. Berbagi masker saat kabut
asap melanda Sumbar, ikut aksi di pos hangat di bencana banjir, galang donasi
dan kegiatan kerelawanan lainnya.
Adapula Fajri,
teman relawanku ini malah pernah terjun langsung ke lokasi Tsunami di Sulawesi
tahun 2018 lalu. Selama 40 hari 40 malam ia menjadi saksi gulungan keperihan
yang dirasakan ribuan orang. Fajri turut menyalurkan logistik untuk penyintas
dan bertahan di pengungsian.
Fajri bercerita, awal mulanya terjun di dunia
kerelawanan adalah karena ajakan teman. Lama kelamaan termotivasi dan ingin
membuat dirinya bermanfaat walau hanya segelintir waktu.
“Yang paling berkesan itu saat saling bahu membahu
sesama relawan dan mengingatkan satu
sama lain. Saya pernah ikut aksi pasca gempa, kebakaran, banjir, Tsunami
Sulawesi Tengah 2018, dan berbagai bencana yang ada di Sumbar,”terangnya.
Tak hanya itu, dia juga mengatakan amat senang dapat bertemu
dengan kenalan baru sesama relawan. "Meskipun
mereka memiliki karakter yang berbeda, namun kami satu visi dalam kemanusiaan,”
imbuhnya.
Dibanding mereka bertiga, sayalah yang paling jarang
ikut aksi. Ada saja halangan untuk turut bersama mereka. Waktu yang tidak
sesuai, ada kegiatan di kantor dan sebagainya. Tapi saya ingat apa yang
dikatakan Rahman. Bahwa sebenarnya bukan karena waktu luang kita bisa ikut aksi
tapi karena meluangkan waktu. Ya, dia benar.
Terima kasih telah membaca cerita ini, tunggu cerita
Aila selanjutnya, Ya...

Komentar
Posting Komentar