Pagi ini, aku terbangun dengan sisa kantuk yang menyergapku. Aku mampu melawannya dengan segera mencuci wajahku dan kembali mengumpulkan nyawaku yang mungkin semalam bertandang entah kemana.
Kuputuskan untuk segera mandi dan juga sarapan. Hal yang paling anti kulupakan karena akan membahayakan kesehatanku. Kata ibuku, "Jangan lupa makan pagi, Nak." ya itu pesan ibuku sewaktu aku berangkat meninggalkan kampungku di Agam.
Tujuanku hari ini adalah perpustakaan, jangan mengira aku mahasiswa yang kutu buku. Aku ingin segera mengembalikan buku yang kupinjam Senin lalu. Namun, ternyata perpustakaan tutup. Apa aku kecewa? Tidak. Aku memutuskan untuk ke sekre saja. Tempat aku berkegiatan lebih kurang 2 setengah tahun ini.
Aku berjalan sendirian, ntah berapa langkah jarak antara perpus dan sekreku.
Di perjalanan, aku melewati sekre lamaku yang sedang diratakan dengan tanah. Sebuah baja berwarna kuning sedang asyik mencengkram sisa bangunan sekre lamaku juga benerapa bangunan lainnya. Tiga mobil perah bolak balik membawa kepingan bangunan itu. Mobil pertama berwarna merah kelihatan tangguh dan kuat. Warnanya tak jauh berbeda dengan warna kebanggaan organisasiku. Mobil kedua berwarna putih kini sedang lewat di sampingku membawa kepingan rumah keduaku. Mungkin yang dibawanya adalah bagian perpustakaan atau bagian dinding ruangan sirkulasi. Mobil ketiga berwarna kuning dengan plat BA 5089 RA, mobil itu sedang mengantri mungkin ia yang membawa dinding atau lantai bagian ruang redaksi ataupun ruang tamu. Ahh, aku benci. Rumah yang menampungku 2 tahun lebih kurang itu kini tinggal kenangan.
Sepintas kulayangkan pandangan ke belakangku tak sengaja aku melihat seorang pemuda yang asik dengan headsetnya bernyanyi dan tersenyum sendiri. Mungkin lagunya bagus namun ya aku tak bisa mendengar. Aku tertawa dalam hati menyaksikannya. Namun mataku kembali terpaku pada sekre lamaku yang kusebut rumah. Sekre itu tak nampak lagi hanya sisa puing-puing bangunannya. Sejarahku dimulai dari sana. Ketika aku dipertemukan dengan saudara baru. Dengan kru Murai yang beranggotakan lima orang sampai dengan Kru Mercusuar yang beranggotakan 24 orang bahkan sampai saatnya aku menjadi salah seorang yang memiliki peran yang menurutku luarbiasa. Ketika aku menjadi redaktur ya sebuah impian yang aku wujudkan bukan dengan diriku sendiri tapi dengan mereka yang kusebut saudara.
Aku dikejutkan oleh suara di belakangku
Bersambung...

Terharu bacanya 😂
BalasHapusTunggu cerita lanjutannya ya kak...
BalasHapusJika tak engkau temui rumah itu dengan mata terbuka maka tutuplah matamu pasti engkau melihatnya lagi😊
BalasHapusTerima kasih...
Hapus