Perempuan Tua dan Anaknya

Siang ini, matahari bersahabat dengan bumi. Seusai kegiatan salat Jumat, aku dengan langkah gontai menuju rumah Allah yang terletak tak jauh dari rumah baruku. Lebih tepatnya sekre baruku.
Cerita ini bukan sambungan dari postingan terakhirku namun sedikit ada kaitannya. Di rumah baru aku memiliki banyak tetangga dan terasa amat ramai sekali. Saking ramainya saat agenda rapat rutin kami harus menutup pintu sangat rapat. Sehingga butuh kipas yang lebih, Alhamdulillah saudaraku yang terdahulu paham akan hal itu.
Rumah baruku dilengkapi kipas angin, 2 karpet baru. Itu sangat membantu dan bermanfaat. Sebelum ceritaku kemana-mana aku ingin menceritakan kejadian siang ini yang membuat aku harus bersyukur dengan apa yang kumiliki.
Sekitar 10 langkah menuju rumah Allah untuk melaksanakan salat zuhur, aku melihat seorang perempuan dan anaknya. Wajahnya memelas dan mengulang kata-kata yang sama. " Nak, Nak, Nak", ya begitulah deretan kata yang diujarkannya.
Matanya sayu, usianya jauh dari muda. Dengan ember berwarna hijau ia acungkan ke arah orang yang lalu lalang. Perempuan itu memakai hijab berwarna merah muda, baju khas kebanyakan orang tua memakainya corak bunga warna-warni, bawahannya sarung yang terlihat sudah lusuh.
Tepat di belakangnya seorang anak muda berbadan kekar, sorot mata yang tajam, juga bila dilihat dari postur itu ia memiliki kekuatan yang lebih besar dari perempuan yang notabene adalah ibunya.
Pemuda itu hanya menyaksikan apa yang diperbuat ibunya. Sebelum kejadian itu aku pernah bertemu dengan perempuan ini juga anaknya di Pasar Raya. Ia selalu menuntun ibunya untuk berkeliling mendapatkan welas asih dari orang yang hiba.
Ada lara yang membuatku tak berpindah dari tempat aku menyaksikan perempuan itu.
Terlintas olehku wajah wanita yang membuatku seperti sekarang. Wanita yang meneteskan airmata di kala menahan rindu hendak bertemu denganku. Aku merasa telah menggugurkan harapannya karena belum sempat mengunjunginya.
Aku tak merasa lebih baik dari pemuda yang bersama perempuan tua di dekat rumah Allah itu. Benar, kita memandangnya seolah tak sayang pada ibunya namun ia lebih baik selalu ada di dekat ibunya.
Berbakti mungkin tak selamanya bisa memberikan materi. Berbakti juga bisa dengan selalu menemani. Mari kita berbakti pada wanita yang tak kenal lelah mencintai kita bahkan dengan mengorbankan diinya.
Mungkin kini kita dipisah oleh jarak namun dekatlah dengan menyebut namanya dalam doa setiap munajat kita.

Komentar