Sore ini, ketika langit masih
bersahaja dengan lembayung senja yang bertamu. Aku seakan sama dengan warna
awan abu-abu. Mengertikan kehampaan sebagai cermin yang ditenggelamkan
noda-noda. Mungkin kau masih sama, suka menerka akan keberadaanku.
“Tidak Azu,aku tak menerka hanya
bisa merasakan apa yang terbersit di hatimu.”
Ave, kau mengejutkanku saja. Ini
hanya sebuah puisi yang inginku tulis untuk kusimpan di arsip notebookku. Bukan
kegalauan seperti yang kau maksudkan.
“Azu, kau tak berbeda dari
kebanyakan insan yang bernama perempuan. Berprasangka. Sesungguhnya itu tak
baik Azu. Aku aku tak mengatakan engkau galau.”
Ave, benarkah seperti itu? Maafkan
aku tentang prasangka itu, aku hanya mengira hehehe....
“Azu, tak semua senja berujung duka meski
kuyakin kau pernah membaca cerpen karangan Seno dengan “Sepotong Senja Untuk
Pacarku” meski Sukab akhirnya memberi keresahan untuk Alina tercinta tapi ia
mampu menyuguhkan senja yang bersahaja. Senja yang membuat seorang buta
merasakan indahnya senja.”
Iya Prof. Ave. Aku setuju denganmu.
Lova tak salah memilihmu sebagai sumber Inspirasinya. Averous ini saja begitu
mengagumkan apalagi averous inspirasinya Lova. (tersenyum)
“Azu, jangan memuji sungguh aku
malu, karna pujian hanya pantas untukNya. Lanjutkan puisimu, aku ingin
merasakan indahnya rangkaian kata-katamu nanti.”
Siap Ave, akan ku persembahkan senja
yang berbeda untukmu. Bukan sepotonng tapi seutuhnya.
“Azu... Ave tersenyum.”
(Be
Continiu... .)
Komentar
Posting Komentar