
foto: goggle
Hutan rimbun mengurung aku dan kau dalam ketakutan... dalam rona
rembulan yang kusam hanya suara lolongan
hujan menemui ajal kuterus memekikan namamu yang bisu karena waktu dan mulai
membeku.
Apatah daya wanita tanpa penjaga, menghisab hari-hari renta menasbihkan
sejuta doa untuk yang mematung dalam relung yang kini sudah tiada terhubung
mungkin membumbung ke lagit sepi.
Menjadi rinai-rinai damai pada biji-biji yang telah disemai, di
dalam angan yang menggantung pada awan kelam meunggu hingga kelu, menanti hingga sunyi, sebuah isyarat yang tak
beralamat memberi amanat akan datangnya sang penyelamat di hari rahmat hari
jumat.
Jejak yang tertinggal di bibir mungil selepas mimpi romantis
semalam bukanlah cita-cita atau harapan yang terpaku pada papan hati melainkan
badai murka penguasa dengan senjata ataupun airmata menghunus luka dengan kata
beracun neraka,
Remukkan aku dalam teguk yang berakhir lumut jahanam, menelan kelam
menggerus malam menghantam hitam untuk menyelam laut kejam.
Dan kau adalah cita-cita yang tak ku dekap hingga gelap melahap dan
menjadikan kau asap membuat otakku berputar mencari jawab hinggaku terkurung
dalam pengap.
Biar, tak seluruh gemuruh tandakan keruh karna ia bukan hujan yang
selalu berujung jatuh.
Padang, 29 Mei 2017
Komentar
Posting Komentar