Unsur Ekstinsik Novel Saman karya Ayu Utami



1.      Pengarang
Dalam kamus besar bahasa indonesia pengarang merupakan orang yang mengarang, atau pencipta.
Novel Saman diciptakan oleh seorang pengarang wanita yang lahir 21 November 1968, di Bogor. Namun besar di ibu kota Jakarta. Namanya Ayu Utami. Mahasiswa yang beralmamater Universitas Indonesia ini, merupakan salah satu penulis yang  tergolong dalam sastra wangi.
Sastra wangi adalah sebutan yang diberikan pada karya sastra yang menggunakan pandangan feminis dalam tulisannya. Topik-topik yang diangkat adalah isu yang dianggap tabu atau tak layak dibicarakan seperti hak perempuan dan seksualitas, kritik pada pemerintah, agama, dan budaya. Sastra wangi berusaha mendobrak cara pandang patriarki yang sering menyudutkan kaum perempuan. Maka, tokoh utama dari karya sastra wangi biasanya adalah wanita. 
Dalam novel Saman  jelas sekali bahwa Ayu Utami memang penulis sastra wangi. Ia membuat dunia tersendiri bagi Saman dengan empat Wanita yang menemani hidupnya yaitu Shakuntala, Laila, Cok, dan Yasmin.
 Biasanya pengarang akan dipengaruhi bentuk karya sastranya oleh lingkungan belajar, latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya, serta   lingkungannya. Sebagai manusia pengarang berusaha mengaktualisasikan dirinya, menaruh minat terhadap masalah-masalah manusia dan kemanusiaan, hidup, dan kehidupan melalui karya sastra.
Hasil karya sastra Ayu Utami memang mencerminkan keadaan sosial baik secara individual (pengarang) maupun secara kolektif. Dibuktikan dengan situasi dalam novel menggambarkan permasalahan-permasalahan yang di hadapi manusia pada masa novel itu diterbitkan yaitu 12 mei 1998.  
Pengarang bukan hanya penyalur dari suatu pandangan dunia kelompok masyarakat, tetapi juga menyalurkan reaksinya terhadap fenomena sosial budaya dan mengeluarkan pikirannya tentang satu peristiwa.
Ayu utami dengan berani menyuguhkan novel Saman dengan vulgar. Bahasanya yang banyak mendapat kritikan ataupun hujatan tak menurunkan minat pembaca untuk membeli novelnya. Ini dapat dibuktikan dengan menjadikan novel Saman menjadi pemenang sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta. Bahkan hingga pertengahan 2008 novel ini diterjemahkan dalam delapan bahasa asing yaitu Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, Czech,Italia, Korea.
2.      Sensitivitas
Sensitivitas merupakan cepat menerima rangsangan, kepekaan pengarang dalam karya sastra yang dihasilkannya.
Bonald (dalam Wellek dan Warren 1995: 110) mengemukakan hubungan antara sastra erat kaitannya dengan masyarakat. Sastra ada hubungan dengan perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan kehidupan zaman tertentu secara nyata dan menyeluruh.
Begitu pekanya Ayu Utami dengan lingkungan sekitar sehingga lahirlah  Saman yang dapat menggambarkan keadaan indonesia pada masa revolusi itu.  Novel Saman merupakan gambaran peristiwa sengketaan tanah dan kerusuhan yang terjadi di Medan pada masa Orde Baru.
Peristiwa itu membawakan persoalan peka bagi masyarakat, yaitu akan diubahnya kebun karet menjadi kebun kelapa sawit. Akan tetapi masyarakat merasa tidak setuju dengan adanya perubahan ini. Hal ini mengakibatkan oknum penguasa di Sei Kumbang melakukan tindakan sewenang-wenang yaitu memaksa penduduk untuk melepaskan tanahnya. Mereka menggunakan kekerasan untuk mempengaruhi pikiran petani, penduduk Sei Kumbang dengan cara meneror, menindas, memperkosa, bahkan membunuh.
 Pada masa itu juga terjadi kerusuhan yang disebabkan unjuk rasa buruh yang memunculkan wajah rasis. Pemerintah dalam menanggapi protes dan perlawanan dari rakyat dengan menggunakan cara kekerasan yaitu adanya aksi-aksi aparat keamanan atau militer yang membela kepentingan Soeharto, yang semakin brutal dan tidak terkendalikan. Tuntutan itu dijawab dengan pentungan, gas air mata, aksi penangkapan ilegal, penculikan dan penyiksaan.
Itulah kenyataan yang harus dihadapi masyarakat pada masa itu, sehingga Ayu Utami mengadopsi secara jelas persengketaan itu dengan ditangkapnya wissageni (saman) dan dianiaya sedemikian rupa. Tidak hanya disiksa secara fisik namun batin jjuga. Upi si gadis yang kurang waraspun menjadi korban kejahatan pada masa itu. Ia terbakar dalam kurungan juga, istri Anson diperkosa tanpa rasa kasihan. Begitu bobroknya zaman sehingga tak ada rasa peduli dari penguasa.
Penguasa yang seharusnya melindungi bukam mencelakai, yang seharusnya mengayomi bukan mencelakai dengan teror yang begitu membuat masyarakat resah. Penguasa tanpa berpikir apa akibat perbuatannya membakar kebun karet warga yang bergantung pada getah karet tersebut. Tak ada yang bisa melawan, melawan berarti memilih mati. 
Ayu dengan sensitivitasnya juga menggambarkan ada yang rela membela rakyat namun harus menerima perlakuan penguasa yang bukan pro rakyat. Inilah awal terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang digagas oleh para aktivis yang tersentuh hatinya melihat perlakuan penguasa yang sewenang-wenang . LSMpun  dituduh berpolitik dan mengorganisasikan rakyat miskin. Maka, wajar bila pemerintah selalu mencurigai aktivis LSM. Pemerintah juga melakukan tindakan pengejaran dan penangkapan terhadap aktivis-aktivis LSM. Ayu denganlihai memasukkan bagian denganmenjadikan tokoh Wis yang menjadi aktivis pembela rakyat yang ditangkap.
Kemunculan novel Saman menjelang saat-saat jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998, sempat menghebohkan dunia sastra Indonesia karena isinya yang dianggap kontroversial, mendobrak berbagai tabu di Indonesia baik mengenai represi politik, intoleransi beragama, dan seksualitas perempuan.
3.      Imajinasi
Imajinasi merupakan daya pikir untuk membayangkan,hayalan, sesuatu yang ada dalam pikiran pengarang. Imajinasi bukan sesuatu hal yang nyata lebih  kepada hayalan-hayalan.
Ayu tidak banyak berkhayal dalam Saman  ini. Cerita yang diciptakan ayu lebih kepada kenyataan yang terjadi pada lingkungannya. Mengenai imajinasi untuk menyatakan bahwa perempuan bisa bebas melakukan hubungan seks tanpa pernikahan dan berhak atas tubuhnya Ayu berhasil. Ada empat wanita dalam novel ini yang bersahabat dan  memiliki kisah seks yang berbeda.
Novel ini mengambarkan secara gamlang tentang hal-hal yang dianggap tabu untuk di perbincangkan selama ini. Bagaimana Ayu mengammbarkan persahabatanyang dijalin Shakuntala yang dikenal sebagai pemberontak, Cok si binal yang digelari oleh kakak dan ayahnya sendiri karna ia melakukan hubungan seks dengan beberapa laki-laki dan perempuan, Yasmin si jaim dan Laila yang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki yang telah beristri.
semua aktivitas manusia merupakan respon dari subjek kolektif atau individu dalam situasi tertentu yang merupakan kreasi atau percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dengan dunia sekitarnya (Fananie 2000: 117).
Imajinasi pengarang tentang kehidupan yang dilalui para tokoh tak terlepas dari situasi yang ia lalui. Ayu utami menjelaskan bahwa wanita pada masa orde baru tidak bebas dan ia mengkritik keadaan itu dengankarya yang feminimisme ini. 
4.      Intelektual
Dalam kamus besar bahasa Indonesia intelektual adalah cerdas, berakal, berpikiran jernih, totalitas.
Ayu begitu intelek, sebab dengan karya yang luar biasa ini memberi pengetahuan baru terhadap pembaca. Tak hanya mengenai kekerasan, ketidak adilan penguasa tapi juga tentang hal-hal yang dialami perempuan.
Ia menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami namun sarat dengan makna. Ada kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja hanya imajinasi namun kisah ini begitu hidup. Ayu memang berbeda cara berpikirnya dari kebanyakan penulis pada masanya.
Ayu menggunakan Metode dramatis atau metode tidak langsung untuk tokohnya. Metode ini digunakan pengarang dengan memberikan tokoh-tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri. Metode ini dapat dilakukan dari beberapa teknik antara lain: (1) teknik pemberian nama, (2) teknik cakapan, (3) teknik pikiran tokoh, (4) teknik arus kesadaran, (5) teknik lukisan persoalan tokoh, (6) teknik perbuatan tokoh, (7) teknik pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh lain, (8) teknik lukisan fisik, dan (9) teknik pelukisan latar.
Bagi Ayu Utami dunia tulis menulis bukan hal yang baru. Sebelum menjadi penulis novel, ia pernah menjadi wartawan di majalah Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah Tempo, Editor, dan Detik di masa Orde Baru ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang memprotes pembredelan pers. Baginya menulis novel merupakan cara untuk mengeksplorasikan bahasa Indonesia, bahasa yang masih muda, yang kurang mungkin dilakukannya sebagai wartawan.
Terbukti dengan novel ini Ayu mendapat penghargaan Prince Claus Award pada tahun 2000. Mahasiswa sastra Rusia ini berhasil menorehkan sejarah baru bahwa wanita memiliki tempat  tersendiri di dunia kepenulisan.
5.      Pandangan hidup
Novel ini dianggap mendorong para wanita untuk menyadari hak-haknya dan memberontak dari posisi mereka yang inferior dalam budaya yang dianut masyarakat Indonesia. Salah satu topik yang berhasil diangkat Ayu Utami dalam Saman adalah pemahaman yang salah bahwa pernikahan merupakan kewajiban bagi setiap wanita. Selain itu, Ayu lewat novelnya juga menyampaikan bahwa setiap wanita memiliki hak yang penuh atas tubuh mereka sendiri. 
Pandangan hidup Ayu dengan mengatakan bahwa dahulu pada saat novel ini ditulis bahwa orang bisa masuk penjara lantaranmengkritik pemerintahan. Berbeda sekali dengan sekarang hal itu sudah biasa. Kemerdekaan yang hari ini kita nikmati ataubarangkali kita benci, dulu dipejuangkan leh orang-orang yang rela dianiaya. Seperti saman.
Ayu merupakan salah satu dari perjuangan tersebut. Ia kehilangan pekerjaan karena memperjuangkan kemerdekaan informasi, di pecat dari kantor pers. Novel saman ini lahir ketika pers dibungkam, sastra bicara.
Ayu merupakan penulis perempuan yang kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Ayu tidak mau hanya menjadi perempuan yang selalu menjadi objek kekerasan. Ia menerbitkan novel yang langsung menjelaskan seluk beluk perempuan dalam dunia seks.

Komentar